Ngomongin kerjaan itu nggak ada habisnya deh… Ya gimana, kerjaan itu kan mau nggak mau udah menghabiskan hampir sebagian besar waktu kita sehari – hari. Nah, kali ini saya mau ngomongin sirik – sirikan di kerjaan. Kamu pernah sirik sama kerjaan orang lain ngga? Continue reading “Suka duka dalam kerjaan”
Tag: work
Makan Siang
Bagi pekerja kantoran di ibukota, makan siang bisa jadi hal yang gampang – gampang susah. Inilah masalah – masalah yang biasa muncul bagi para pekerja kantoran macam saya…
1. Mau makan dimana?
Ini pertanyaan yang tiap hari bikin pusing, hampir ngalahin pusing nya dapat kerjaan yang mendadak dari bos. Hahaha. Agak lebay. Tapi bener! Saya kebetulan punya teman makan siang yang tetap, alias makan siang nya sama dia lagi dia lagi. Formasi “geng” nya bisa berubah tiap hari tergantung siapa aja yang ikut, tapi ada 1 orang se-tim saya yang hampir setiap hari makan siang bareng saya. Setiap hari mendekati jam 12 kami saling tanya, “mau makan dimana?” trus jawaban nya sama – sama bingung hahaha.
Padahal sih kita termasuk beruntung karena lokasi kantor kita tempat makan nya lumayan bervariasi (buat yang belum tahu, kantor saya letaknya di sebelah mall favorit kita semua alias Pondok Indah Mall :D). Mau makan murah, bisa ke kantin supir di basement yang cukup bersih dan memadai. Mau rada mahal sedikit, naik lah ke food court mall nya. Kalau lagi banyak uang alias awal bulan, bisa makan di restaurant row PIM 2 atau juga street gallery PIM 3. Tinggal pilih. Tapi tetap aja kita sering bingung. Mau makan dimana?
2. Budget makan siang
Ini juga terkadang tricky. Saya lumayan beruntung, dekat kantor ada pilihan yang bisa disesuaikan dengan budget. Tapi saya tahu ada beberapa teman – teman saya yang tidak seberuntung itu. Kadang mereka tidak punya pilihan lain selain makan siang di restoran berkelas, karena tidak ada warung makan siang yang murah dan memadai. Nah, sekali makan di restoran itu kan biasanya menghabiskan Rp. 50.000-100.000. Kalau sekali – sekali sih nggak masalah, tapi kalau tiap hari kayak gitu, lumayan juga yaaa. 50.000 itu kalau dikalikan 20 hari kerja udah 1 juta rupiah lho! :O
3. Bawa bekal dari rumah
Banyak orang di kantor saya yang bawa bekal ke kantor. Lebih praktis, nggak perlu mikir mau makan apa, dan secara budget juga lebih terjangkau harusnya. Tapi masalah selanjutnya… Siapa yang masak? Hehehe. Kalau bapak – bapak di kantor yang saya lihat sih kebanyakan istri nya yang masak. Atau PRT nya deh. Teman – teman saya juga gitu, pasti dimasakin seseorang. Hampir jarang banget yang masak sendiri.
Kalau saya nggak pernah bawa bekal ke kantor. Di rumah nggak ada PRT, tapi saya sebenarnya bisa masak sih. Masalahnya…. saya merasa nggak pernah ada waktu untuk masak kalau hari kerja. Biasanya saya masak kalau akhir pekan, waktunya lebih banyak dan santai. Kalau hari kerja, pagi nya nggak keburu karena harus buru – buru berangkat ke kantor. Kalau malam, rasanya udah capek duluan. Hehehe banyak alasan ya :p Salut juga sama orang yang bisa masak subuh – subuh untuk bekal dibawa ke kantor… saya belum sanggup.
4. Nggak ada waktu
Kalau yang ini bukan masalah saya sih untungnya. Saya rasanya nggak bakal kuat kalau harus melewatkan jam makan siang karena sibuk kerja. Tapi saya sering juga denger cerita orang – orang yang terlalu sibuk jadi nggak sempat makan siang. Bos saya, seorang ekspat, juga gitu lho. Saya hampir nggak pernah lihat dia makan siang, padahal kubikelnya depan saya. Apa dia nggak ada waktu? Atau emang nggak hobi makan siang? Bagi saya, makan siang itu penting, jadi sebisa mungkin jangan sampai terlewat 🙂
Yah sekian “drama” makan siang saya. Kalau kamu biasa nya makan siang nya gimana? Selamat makan siang ya!
Our job = our life?
Two weeks ago I went to my high school’s 10 year reunion. It has been 10 years since we graduated and since there’s not many in our class, during the reunion we managed to have a sharing session to update each other of what’s going on in our lives for the past 10 years.
We sat in rounds and began to spoke about our life. It can be about anything, there were no rules from the emcee. The question was simple : “What’s up?”. Funny enough, almost everyone started with what they do for a living today. Here’s some example :
Hello, I’m {insert name here}, I’m working in {insert company here} as a {insert job title here} for the past {insert period of time}. After high school, I studied in {insert university here}, got married to {insert spouse’s name here}.
Hi, how are you guys? I’m currently selling {insert product here}, hahaha. I am a {insert job title here} in {insert company here}.
To think of it again, our job has become a major part of our life. Explaining our job when being asked “what’s up in your life” seems very reasonable. Without me realising it, I followed the bandwagon and explained about my job when it was my turn to speak. I could’ve talked about how I’ve spent the last 10 years traveling whenever I can.. or my family – to be simpler, but no.. I chose to talk about my job. It is very reasonable somehow, because we do spend 1/3 of our days doing our job, sometimes even more to some people. For most of us, life means waking up early in the morning – commute to go to work – work – commute to go home – sleep, and repeat every weekdays. Some might have other things to do, but some might only have their jobs.
This thought crossed over my mind when I was driving home from the reunion. How our job have somehow shaped who we are. To most people, I am Christa – the girl who does Marketing at this beverage company. Can’t I be Christa – the girl who blogs? or Christa – the girl who loves music?
The thought somehow scares me because I don’t know if I want to be forever known as the girl who does Marketing at {insert a company here}. Does this means I’m not happy with my job? Hmmm.. I don’t think so. I like what I do. It’s not the ideal career but I believe I’m heading towards the right direction. I think that explains why I love to do other things besides my job… like volunteering with Indonesia Mengglobal, for example. I don’t want to be known only for my job, I want to be known also for the things I am passionate in life.. family and friends, music, travel, education and helping others.
What about you, dear readers, what do you want to be known as? What sums up your life?
Bye, Sudirman!
Ketika post ini saya publish, saya sudah meninggalkan daerah Sudirman dan kembali bekerja di daerah Jakarta Selatan, tepatnya Pondok Indah yang ceria. Kenapa ceria, soalnya cuma 30-45 menit dari rumah saya! Hehehehe. Saya nggak pindah kerjaan sih, masih di perusahaan yang sama, tetapi pindah kantor aja. Kemarin ini selama 6 bulan saya ditugaskan di kantor yang di daerah Sudirman, sekarang tugasnya udah selesai dan saya kembali lagi ke kantor Pondok Indah.
Setelah saya pikir pikir, 6 bulan kemarin itu adalah pengalaman yang sangat berharga dan membuat saya merasakan “indahnya” jadi pekerja kantoran di Jakarta pusat. Gedung kantor saya kemarin itu letaknya di pinggir bundaran semanggi, satu gedung dengan kantor – kantor minyak multinasional. Sehari – hari nya saya berpapasan dengan orang – orang berbaju rapih, yang perempuan dengan sepatu hak tinggi dan rambut bergelombang manis seperti habis dari salon, dan yang laki – laki berkemeja rapih, bahkan kadang – kadang berdasi. Saya sendiri? Tetap nge-jeans atau nge-dress hampir tiap hari. Hehehehe. Untungnya kantor saya gaya bajunya kasual sih.. walaupun kadang – kadang saya suka kepengen pakai baju kerja profesional gitu. Maklum, karir saya dimulai dengan magang di agency PR yang juga tidak mengharuskan karyawan nya berpakaian profesional tiap hari, kecuali kalau ada meeting dengan klien. Setelah itu saya lanjut ke advertising agency, lalu ke perusahaan saya yang sekarang ini, jualan minuman hehehe.. tidak ada yang mengharuskan pakai baju profesional ke kantor. Semuanya kasual, asal rapih dan sopan.
Setelah saya pikir pikir lagi, kalau rencana hidup saya berjalan lancar, kayaknya kecil kemungkinan saya akan kembali berkantor di daerah Sudirman/Thamrin dan sekitarnya deh.. hehehe. Jadi 6 bulan kemarin bisa dibilang pertama dan terakhir kalinya. Lalu, apa aja sih yang berkesan selama 6 bulan di Sudirman?
Saya belajar naik kereta api commuter line hampir tiap hari.
Iya, naik kereta api commuter line perlu dipelajari lho teman – teman! Ngga segampang itu lho, beneran deh! Suka duka nya banyak sekali, mulai dari kaki keinjek, dengerin curhatan ibu – ibu, dengerin gosipan ibu – ibu, ikut baca novel orang sebelah sepanjang perjalanan, kereta nya mati ditengah hujan deras dan terpaksa turun di pinggir rel karena kereta nya nggak jalan jalan setelah 45 menit.. sigh.. banyak ya. Tapi yang pasti, walau banyak dukanya, tapi naik commuter line bisa mengantarkan saya ke kantor hanya 25 menit saja, daripada harus menyetir di tengah kemacetan selama 1,5 jam.. lumayan lah ya 🙂
Saya berkenalan dengan Joki 3-in-1 ibu kota
Joki 3-in-1 ini adalah profesi unik yang saya rasa cuma ada di Jakarta. Tahu kan, kalau di daerah Senayan-Sudirman-Thamrin tiap hari kerja ada yang namanya 3-in-1? Jadi 1 mobil harus diisi oleh minimal 3 orang untuk bisa lewat jalan tersebut selama jam yang telah ditentukan. Jika saya sedang harus bawa mobil dan tidak naik kereta, saya kadang – kadang harus melewati daerah 3-in-1 dan terpaksa menggunakan jasa si Joki ini. Bayarannya 20ribu rupiah dari depan kantor saya ke Senayan atau SCBD yang bebas 3-in-1. Agak mahal ya, terutama kalau tiap hari. Tapi kalau sekali – kali aja, gapapa lah. Nah, selama menggunakan jasa joki ini, saya kadang – kadang suka ngajak ngobrol joki nya. Seru juga dengerin cerita mereka, beragam kisahnya. Seringkali jadi bikin mikir, banyak di antara joki tersebut yang sebenarnya masih dalam usia produktif dan sebenarnya bisa saja berusaha untuk mendapatkan pekerjaan lain, tapi banyak juga yang tidak punya pilihan lain.
Saya bisa ikutan keramaian saat Presiden kita baru dilantik
Naah tentang hal tersebut silakan baca tulisan saya yang ini ya.. seru deh pokoknya 😀
Itu aja sih, hal – hal yang sekiranya nggak bisa saya rasakan lagi ketika kembali bekerja di daerah Pondok Indah. Maklum, Pondok Indah kan daerah perumahan sebenernya. Nggak macet, nggak ribet, dekat dari rumah. Jadi, lebih senang mana? Kerja di pusat kota atau di daerah pinggiran seperti sekarang? Hmmm.. 2 – 2nya punya perks yang beda yaa. Tapi saya beruntung bisa merasakan keduanya. Terima kasih, Sudirman dan Jakarta Pusat. Halo Pondok Indah dan Jakarta Selatan, I’m Back!!! 🙂
I commute
Now that I’ve (temporarily) moved office to Sudirman area, I have to commute from my house in South Tangerang everyday. Distance – wise, it’s 19km from my house to the office, in which according to google map should take between 40minutes – 1hour travel time.
In reality, it takes me minimum 1,5hours everyday driving from home to work – even longer when traveling home from work. It is indeed exhausting to drive that long everyday when you obviously still have to give your 100% at the office. During my first days working here I actually did not have any energy left when I reached home on weekdays – around 9PM, and had to leave my house the next morning at 6 the latest.
Feeling knackered almost everyday, I spoke to my colleague and she told me about commuter line! This train system sounds like the perfect option for me. It would only take me 20 minutes from the nearest station from my house to the nearest station from my office.
BUT.. it takes me 20 minutes driving from my house to the train station, and then another 5 minutes with ojek to the office. So in total around 45 minutes. Is it the best option to commute though? Not really.. because there’s also the train drama. I don’t understand why they only have trains every 30 minutes in rush hours, they should have more. With that kind of schedule, the train gets sooo crowded, sometimes you can’t barely step booth feet in the ground!

See that picture? Yep, that’s my (and lots of other people’s)daily routine when taking the train. The train, simply put – is not the most convenient way to commute but we choose it because we have no better choice. I still drive sometimes, if i need to go somewhere after work. But if I did not have any plans, I’d just take the train and let my personal space be ripped off from me for 20 minutes during the train journey.
However, since it’s still holiday week in Indonesia and I’m not taking my leave, I’m getting the privilege of commuting comfortably! WOOHOOW! Just look at how I could still take this picture below during my usual commuting hours (I take the 7.30/8 AM train).. barely any crowd there!

Okay, okay.. I still did not manage to get a seat. Okay there are still few people standing. I was standing too. But hey, personal space were safe! I did not have to stand so close with other people! I even could take selfies on the train hahaha…
Yesterday’s train ride (and today’s, still) was so comfortable I almost cried tears of joy. Hahahaha. Though I’m very pessimist that this will last, I still hope that one day I can commute comfortably. Well, maybe not in Jakarta 😉
The good in everyone
Yesterday was a long day for me… but it was also an extraordinary day.
It started when I had to go to the immigration office to renew my passport. I was prepared to face long queue because I’ve heard stories that people started to queue as early as 5 AM – even when the office itself opened at 8. Unfortunately I woke up a little bit late and arrived there minutes before 8. Guess what registration number I got? 78. Really, people?!
Since I had nothing to choose, I waited patiently. At around 9 AM, it was already number 50ish’s turn. It’s not that bad, I thought. 20ish people to go. Then suddenly a man came and sat next to me. He asked what number I got, then after knowing that I got number 78, he offered his number, 60. He said his friend suddenly had to leave, so that number was unused. After accepting his number, I offered mine to a woman in front of me, who hold number 94. And she offered hers to another woman, who hold number 100ish. So, thanks to that man and his friend who didn’t show up, I got to save a little bit of time, and so did the two ladies 🙂
In the afternoon, when I was about to left from work, I found out that my car’s battery died and it did not want to start. Lucky I was still in the office, so I could call my friends for help. In the end, Pak Wawam, Taufiq, Kaka, and Disty helped me to get it fixed. Disty even accompanied me to my friend’s house!
I got home at around 10.30 PM, feeling so knackered. But as I lay down in my bed, resting before I sleep.. I can’t help but feeling so thankful. Big or small, I saw the good in everyone. From strangers to my best friends, they made my day and made it so extraordinary! So, thank you! I’m sure it will all come back to you one day 🙂